Ritual Bersih Desa dan Kesenian Singo Ulung



Setelah melihat  tradisi berebut ikan di Bendung Sampean Baru, kecamatan Tapen, sisca akan ajak kalian menuju ke desa Blimbing, kecamatan Klabang sekitar 7 Km dari bendung Sampean Baru, untuk menyaksikan sebuah acara bersih desa yang di meriahkan dengan sebuah kesenian Singo Ulung. Ritual bersih desa atau selamatan desa ini biasanya dilakukan bersamaan dengan upacara adat setiap tanggal 15 sya’ban, yaitu dikala bulan purnama dan menjelang bulan ramadhan.
kesenian singo wulung
Menurut cerita tokoh masyarakat yang kami temui, nama kesenian singo ulung ini adalah sebutan sebuah gelar untuk seorang bangsawan dari Blambangan, Banyuwangi yang bernama asli Juk seng yang suka mengembara. Suatu hari dalam pengembaraannya ke arah barat secara tidak sengaja memasuki sebuah yang dipenuhi oleh pohon-pohon Blimbing. Kedatangan bangsawan tersebut menarik perhatian seorang tokoh yang hidup diwilayah tersebut yaitu Jasiman, yang tertarik untuk menjajal kesaktian dengan bangsawan itu. Dengan bersenjatakan tongkat andalannya Jasiman tanpa basa-basi
kesenian ojung
menyerang bangsawan yang bersenjatakan sebilah keris, keduanya berusaha menjatuhkan lawan secepat mungkin, tetapi keduanya sama-sama sakti dan akhirnya mereka menghentikan pertarungan dan memutuskan untuk menjadi sahabat. Akhirnya sang bangsawan diterima di wilayah tersebut dan memberi nama wilayah tersebut menjadi desa Blimbing. Mereka berdua sepakat untuk membangun desa sebaik mungkin dan sang bangsawan diangkat menjadi Demang yang berkuasa di desa Blimbing dengan gelar singo ulung. Pengalaman dan kesaktian kedua sahabat tersebut digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan desa Blimbing.
kesenian singo wulung
Bagi masyarakat desa Blimbing, kesenian singo ulung adalah untuk mengenang sosok sang bangsawan yang telah berjasa bagi desa sekaligus untuk memelihara warisan leluhur. Kesenian ini sepintas mirip dengan kesenian barongsai, hanya saja kostum yang dikenakan  cukup sederhana, yaitu bentuk singa-singaan yang terbuat dari rangkaian tali rafia berwarna putih polos, hitam dan kuning yang pada bagian tertentu di urai-urai. Di iringi alat musik menggunakan gamelan sederhana berupa kendang, terompet dan sebagainya dengan menggunakan syair lagu dalam bahasa Madura. Setiap singa-singaan itu diisi oleh dua orang pemain, satu bagian kepala, satunya lagi badan. Singa-singa itu melakukan tarian berputar-putar, melompat, bergulung-gulung, bersusun dan gerakan dalam bentuk yang bermacam-macam. Tradisi ini juga di meriahkan dengan kesenian Pojian dan Ojung atau yang terkenal dengan ritual minta hujan. Para pemain ojung akan saling beradu menggunakan sebilah rotan, sambil menari-nari diiringi musik tradisional, mencari kesempatan untuk menyabetkan bilah rotan pada tubuh lawan. Sepertinya mereka tidak merasa kesakitan meski kulit badannya terlihat terluka dan seni ojung ini bukannya sebuah permusuhan tapi malah membuat para pemain semakin akrab setelah melakukan duel. Kesenian singo wulung ini terbagi dua macam, untuk upacara adat atau ritual bersih desa seperti yang rutin dilakukan di desa Blimbing ini dan untuk acara pertunjukan atau tontonan yang biasa diadakan untuk peringatan hari jadi kabupaten Bondowoso. Biasanya acara diselenggarakan di alun-alun kota setiap tanggal 16 Agustus, bersamaan dengan acara-acara kesenian lain dan pameran. Sungguh sebuah tradisi yang meriah, unik dan sakral patut untuk di lestarikan.... *)

Tradisi Berebut Ikan di Bendung Sampean Baru



Setelah puas mengunjungi desa wisata organik di desa Lombok Kulon, kec Wonosari, menjajal kuliner masakan organik, bermain tubing dan rafting, episode perjalanan kali ini Sisca akan mengajak kalian menuju ke sebuah bendungan di kecamatan Tapen, yaitu bendungan Sampean Baru. Bendungan Sampean Baru ini di bangun pada tahun 1983 yang di kelola oleh Dinas Pengairan kabupaten Bondowoso. Air yang ada dibendungan ini berasal dari sungai besar yang berhulu di kecamatan Maesan, Bondowoso dan beberapa anak sungai yang bermuara hingga ke kota Situbondo. Bendungan ini dimanfaatkan sebagai penahan banjir, pengairan atau irigasi pertanian, pembangkit listrik dan sebagian dimanfaatkan untuk perikanan. Bendungan ini cukup ramai dengan pengunjung, terutama pada pagi di hari minggu atau libur dan sore hari. Para pengunjung yang sebagian besar anak-anak muda, mereka bisa berjalan-jalan menikmati suasana sejuk bendungan yang banyak ditumbuhi pohon jambu monyet, kelapa dan duwet sambil berolahraga seperti jogging, sepak bola, bola volly, memancing dan para komunitas photograpy memanfaatkan tempat ini sekedar berkumpul untuk berlatih memotret dan beberapa juga memanfaatkan untuk foto-foto prewedding. Bendungan ini menjadi tempat berwisata yang murah, hanya 2 ribu rupiah untuk tiket masuknya.
Bendung Sampean Baru
Di Bendungan ini terdapat tradisi unik yaitu berebut ikan saat dilakukan kurasan atau pengosongan air yang ada dibendungan yang dilakukan 2 kali dalam setahun atau setiap 6 bulan untuk membersihkan endapan atau sedimen lumpur yang ada di hulu sungai. Akibat penggelontoran ini banyak ikan-ikan yang mabuk dan momen inilah yang dimanfaatkan ratusan warga beramai-ramai untuk berebut mencari ikan air tawar menggunakan peralatan seadanya seperti jala dan jaring kecil. Sejak pagi hari ratusan warga sudah berkumpul di tepi bendungan untuk
tradisi berebut ikan
mengikuti tradisi ini sekaligus sebagai hiburan dan rejeki bagi warga, tak hanya orang dewasa saja bahkan anak-anak juga ikut berebut ikan hingga warga tidak memikirkan bahayanya, kadang ada yang terseret aliran sungai, terperosok di lumpur dan sebagainya. Paling tidak mereka bisa mendapatkan 1 Kg ikan air tawar seperti lele, nila, wader, gabus dan tawes. Sebagian ada yang dibawa pulang untuk di konsumsi ada juga yang dijual langsung pada para pengunjung. Tertarik untuk ikut menangkap ikan?? Silahkan datang ke sini ...
Panorama bendungan
Mungkin ke depan, bendungan ini bisa lebih dikembangkan lagi fasilitas wisatanya, seperti wisata air menaiki sampan atau membuat tempat-tempat untuk outbond. Selain
itu juga perlu dilakukan perbaikan-perbaikan beberapa fasilitas bangunan penunjangnya, seperti bangunan tribun penonton yang dulunya sering dipakai untuk pentas pertunjukan, fasilitas toilet, tempat kuliner serta keamanan area. Kedepan bendungan ini juga bisa dimanfaatkan untuk perikanan dengan sistem keramba untuk menambah nilai ekonomi bagi warga sekitar. Di tengah-tengah bendungan juga terdapat sebuah pulau kecil penuh dengan rimbunnya pepohonan yang menjadi tempat hidupnya kawanan burung bangau, kalong dan monyet.

Merintis Desa Wisata Organik dan Serunya Bermain rafting



Dari sentra kerajinan kuningan di desa Cindogo dan Jurang sapi, kecamatan tapen, sisca dan teman-teman akan melanjutkan perjalanan menuju kecamatan Wonosari, sekitar 15 Km masuk ke arah selatan dari pasar Wonosari, ke desa Lombok Kulon untuk melihat sebuah rintisan wisata baru yaitu wisata desa organik (organic tourism village) , yang juga menjadi ikon wisata unggulan kabupaten Bondowoso selain kawah ijen, gunung raung dan desa wisata sempol. Jalan akses dari pasar Wonosari menuju desa Lombok kulon cukup bagus untuk dilalui kendaraan roda empat, sepanjang perjalanan terasa suasana pedesaan yang tentram dan asri. Di sana kita akan menemui Pak Baidhowi, yaitu ketua Pokja desa Lombok Kulon sekaligus sebagai perintis desa organik ini.
           
ikon wisata desa organik
Kami bertemu pak Baidhowi di pondok Laranta miliknya dan bercerita bahwa dulunya mulai merintis konsep desa organik ini pada tahun 2007. Tidak mudah pada awalnya untuk menyadarkan masyarakat disini yang sudah terbiasa menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia untuk pertanian, peternakan dan perikanan. Di tahun 2009 baru setengah hektar saja tanah pertanian saja yang menggunakan konsep organik, sebagian besar belum. Mereka beralasan bila menggunakan konsep organik kuatir hasil pertanian mereka akan turun dan kurang praktis penerapannya. Padahal, dengan pemakaian pupuk dan obat-obatan kimia itu jangka panjangnya akan menyebabkan tanah pertanian tidak subur dan adanyanya kandungan kimia dari hasil pertanian dan lainnya yang jangka panjangnya tidak menyehatkan bila di konsumsi. Melihat besarnya potensi konsep organik bagi perekonomian desa ini, saya tidak menyerah dan terus berusaha. Perlu waktu 4 tahun untuk mengubah pola pikir masyarakat, baru pada tahun 2013, sudah mulai ada kemajuan perubahan yaitu peningkatan jumlah lahan pertanian yang menerapkan konsep organik menjadi 25 hektar, meskipun dari hasil uji lab baru 11 hektar yang benar-benar menerapkan, sisanya masih campuran organik dan kimia. Tapi, tidak masalah, setidaknya sudah terlihat ada kemauan untuk berubah dari masyarakatnya. Barulah kemudian di bulan Juni 2013 hasil produksi pertanian dari lahan 25 hektar dinyatakan benar-benar organik dan telah mendapatkan sertifikasi organik dari lembaga sertifikasi organik seloliman (lesos) dengan kategori sebagai kawasan dengan sistem produksi organik. Disini ada 4 kluster sebagai penunjang kegiatan desa wisata, yaitu sumber daya manusia (SDM), pertanian, Perikanan, atraksi dan kuliner. Masing-masing kluster memiliki peran sesuai bidangnya. Anggotanya sekitar 125 orang yang terdiri dari pemuda dan pelajar desa setempat yang akan jadi pemandu para pengunjung menelusuri setiap sudut desa. Kami di ajak pak Baidhowi untuk melihat langsung penerapan konsep organik mulai dari padi, sayur-sayuran, buah-buah dan perikanan. Tidak hanya melihat hasilnya saja, pengunjung juga bisa belajar langsung bagaimana menanam sayur-sayuran organik dibawah bimbingan pokja, memetik buah-buahan, belajar perikanan organik seperti budidaya lele, nila, patin dan koi, juga pembuatan pupuk organik. Selain menyediakan hasil alam pengunjung juga bisa berkuliner menikmati masakan yang disediakan oleh warung-warung yang ada disini, jangan kuatir dijamin semua masakan disini dari hasil organik dan menyehatkan, kata pak Baidhowi. Bagi pengunjung
wisata tubing
yang ingin menginap telah disediakan beberapa homestay, juga pengunjung bisa menikmati wisata tubing atau menaiki ban mengikuti aliran sungai sejauh 2 Km, yang mengalir dengan air yang bersih, jernih dan dingin menyegarkan. Wisata tubing ini memanfaatkan aliran sungai Wonosroyo yang mengalir melalui desa ini. Sejauh ini para pengunjung yang datang ke desa Lombok kulon ini kebanyakan adalah wisatawan lokal dan beberapa saja dari manca negara, ke depan kami akan terus berinovasi untuk menarik pengunjung. Kami juga membentuk generasi sadar lingkungan yang anggotanya anak-anak dari usia
SD hingga SMP, anak-anak itu dilatih untuk sadar terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan. Intinya bila anak-anak sadar lingkungan, aktif untuk bersih-bersih kita mengharapkan otomatis orang tuanya akan ikut lebih sadar lingkungan juga. Kini masyarakat di desa lombok kulon ini telah siap dengan pengembangan desa wisata ini, saat ada pengunjung yang bertanya tentang organik, kini masyarakat sudah bisa menjelaskan sendiri. Sungguh sebuah wisata unik dan edukatif smoga bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk mencontoh dan mengembangkannya*)
wisata rafting
rafting bosamba
Dari desa lombok kulon kami akan melanjutkan perjalanan melihat potensi wisata baru adventure yaitu Bosamba raffting atau lebih dikenal the grand canyon ala Bondowoso, yang masih terletak di kecamatan Wonosari, tepatnya di desa taman krocok. Wisata raffting ini memanfaatkan aliran sungai sampean baru yang berhulu di kota Bondowoso hingga bermuara di kota Situbondo. Sungai ini relatif tenang atau arusnya tidak besar pada musim kemarau dan berarus besar pada musim penghujan bahkan bisa menimbulkan banjir. Shelter point wisata raffting ini dibangun persis disebelah jembatan kira-kira 3 Km dari pasar Wonosari, sekaligus sebagai start. Waktu tempuh menyusuri aliran sungai ini kira-kira sekitar 2-3 jam dengan panjang lintasan 14 Km, dengan berbagai jenis jeram/arus sungai mulai dari kecil hingga besar cukup untuk memacu adrenalin. Sepanjang perjalanan juga disuguhi pemandangan tebing-tebing yang ada ditepi sungai seakan kita masuk melewati sebuah terowongan/gua tanpa atap, sesekali juga terlihat beberapa gua tempat sarang kelelawar, kera-kera liar dihutan tepi sungai dan 3 air terjun. Wisata ini dipandu dengan tim rescue dan guide yang telah berpengalaman dan bersertifikat, jadi jangan kuatir meski masih pemula. Pengunjung pun bisa coba atraksi lompat dari tebing bila berani dan tentunya semua pengunjung telah diasuransikan. Selain raffting Bosamba ini juga mempunyai permainan lain seperti outbond yaitu flying fox, paint ball dan ground camp sebagai alternatif dan cocok bagi anak-anak sekolah yang lagi liburan.*)

Sentra Kerajinan Kuningan yang Pernah Berjaya di Masa Lalu



Setelah melakukan pendakian ke Gunung Raung, episode perjalanan kali ini sisca dan teman-teman akan melanjutkan perjalanan dari kecamatan Sumber wringin turun ke arah kota Bondowoso untuk mampir melihat sentra pengrajin kuningan yang terletak di desa Cindogo dan desa Jurang Sapi, Kecamatan Tapen yang pernah menjadi ikon dari kabupaten Bondowoso. Letak sentra pengrajin kuningan ini berada di jalan utama Situbondo-Bondowoso, jadi sangat mudah untuk ditemukan. Konon sentra pengrajin kuningan ini pernah merasakan masa-masa kejayaannya sebelum tahun 1998 dengan pasaran hingga mencapai mancanegara dan selalu kebanjiran pesanan. Tapi, sekarang sudah lewat masa itu, kini terasa lesu, banyak pengrajin kuningan yang gulung tikar beralih profesi dan hanya tersisa beberapa saja yang mesih bertahan, begitu juga showroom kerajinan kuningan hanya menyisakan beberapa saja itu pun hanya melayani pasaran lokal atau terima pesanan saja. Mari kita cari tahu yuk...
kesenian indonesia
kerajinan kuningan bentuk vas
Menurut cerita salah satu pemilik showroom kerajinan kuningan yang kami temui, kerajinan ini sudah ada dan dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, tapi tidak tahu persisnya sejak kapan. Mayoritas warga di dua desa ini telah menjadikan kuningan sebagai mata pencarian sejak dulu dan saya sendiri telah menekuninya sejak tahun 1976. Proses pembuatan kerajinan kuningan ini dari awal hingga jadi tidaklah mudah, yang pertama adalah membuat cetakan atau mal sesuai bentuk yang diinginkan. Cetakan atau mal itu dibuat dari tanah liat atau kayu, setelah sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan, cetakan atau mal tadi diduplikasi dalam bentuk malam, untuk membentuk tiga demensi. Kemudian malam dilapisi tanah liat dan pastikan jangan sampai bocor, hanya bagian atas saja yang diberi lubang untuk memasukan cairan kuningan. Karena mal ini berfungsi sebagai cetakan maka harus dibuat sebaik mungkin dan hati-hati, kalo tidak, nanti waktu dituangi cairan kuningan panas akan pecah. Agar kuat maka tanah yang digunakan sebagai bahan cetakan harus dipilih yang bagus, tidak semua tanah bisa tahan dengan panas tinggi, itulah sebabnya kenapa sentra kerajinan ini hanya ada di dua desa ini, karena kondisi tanahnya yang cocok. Proses kedua adalah menuangkan dengan hati-hati, kuningan cor panas yang baru diambil dari tungku perapian. Setelah agak dingin kira-kira satu jam kemudian, cetakan yang terbuat dari tanah tersebut pelan-pelan dipecah hingga tinggal kuningan yang sudah berbentuk. Proses ketiga atau terakhir adalah menggosok dan mengukir bentuk kuningan tadi baru kemudian dihias dengan cat sesuai dengan bentuknya. Bentuk kerajinan kuningan disini ada bermacam-macam, seperti bentuk hewan (naga,kuda,burung,angsa,gajah dll ), bentuk vas( pot bunga,guci ) dan bentuk hiasan seperti tempat lilin, sendok ukir, tempat kue dan cetakan kue. Harganya juga bervariasi, tergantung tingkat kesulitan dan ukurannya, ada yang puluhan ribu hingga jutaan. Pasaran kerajinan kuningan ini ke kota-kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, Bali, Jakarta dan Batam. Untuk manca negara pernah melayani pesanan dari Malaysia dan Arab. Hasilnya lumayan, terbukti kuningan bisa menghidupi warga di dua desa ini pada masa lalu. Kenapa sekarang sepi ???


kerajinan kuningan bentuk hewan
Masalah utama dari kerajinan kuningan ini adalah kesulitan bahan baku yaitu kuningan. Dulu sebelum 1998 harga bahan baku kuningan hanya 10 ribu/Kg kini sudah melambung mencapai 40 ribu/kg, akibatnya banyak pengusaha kerajinan yang gulung tikar karena biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual. Para pengrajin pun juga merasakan hal yang sama karena minimnya penjualan dan pesanan memaksa mereka berhenti bekerja dan alih profesi bekerja di tempat lain, ada yang menjadi petani bahkan ada juga yang jadi TKI ke luar negeri. Kadang dalam satu bulan belum tentu ada pembeli yang mampir ke showroom
ini. Omset pembelinya sudah turun 75% hanya menyisakan 25% saja. Masalah lainnya adalah kurangnya regenerasi dari pengrajin kuningan ini, warga di dua desa ini sepertinya kurang ada peminat untuk menjadi pengrajin lagi. Mungkin hanya tersisa puluhan orang saja yang masih menekuninya dengan alasan ingin meneruskan warisan nenek moyangnya. Peran pemerintah daerah juga kurang perduli terhadap kondisi kerajinan kuningan saat ini. Yang utama bagi para pengusaha kerajinan ini adalah bantuan untuk pemasaran selain bantuan untuk mengatasi kekurangan ketersediaan bahan baku dan modal. Melihat kondisi saat ini, para pengrajin kuningan ini Cuma bisa berharap kondisi ekonomi akan kembali membaik, meskipun hal ini juga belum tentu memberikan perubahan untuk mendongkrak kembali penjualan sampai mengembalikan era kejayaan kerajinan kuningan seperti sebelum tahun 1998 lalu. Di masa sulit ini sepertinya para pengrajin perlu bersatu untuk mencari terobosan sendiri untuk mengatasi masalahnya, perlu cara-cara kreatif & inovatif untuk memasarkan dan mengatasi kesulitan bahan baku dengan mendatangkan dari luar daerah ini, .....selalu ada jalan di setiap kesulitan asalkan tidak putus asa, smoga hal ini bisa mengembalikan kejayaaan kerajinan kuningan*)