Mendaki Puncak Mahameru “Tempat Bersemayamnya Para Dewa”



mendaki gunung semeru
Lumajang – adalah sebuah kabupaten di propinsi Jawa Timur, yang wilayahnya berbatasan dengan kabupaten Probolinggo di bagian utara, kabupaten Jember di bagian timur, kabupaten Malang di bagian barat dan dibagian selatan  berbatasan dengan Samudra Hindia atau laut selatan. Kabupaten Lumajang terdiri dari dataran subur karena wilayahnya yang diapit 3 buah pegunungan, yaitu : Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 mdpl , Gunung Bromo 2.329 mdpl dan Gunung Lemongan 1651 mdpl.  Gunung Semeru adalah salah satu ikon wisata andalan di kabupaten Lumajang dan sangat digemari para pecinta wisata hiking dan pecinta alam. Gunung Semeru merupakan gunung berapi tertinggi di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatra dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Timur. Gunung Semeru ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang memiliki luas 50.273,3 Ha yang terdiri dari pegunungan dan lembah. Beberapa gunung yang ada dalam taman nasional ini antara lain gunung Tengger, gunung Bromo, gunung Batok, gunung Kursi, gunung Watangan  dan gunung widodaren. Selain gunung terdapat juga 4 buah ranu atau dalam bahasa setempat yang berarti danau, antara lain Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Darungan dan yang paling terkenal dikalangan para wisatawan dan pecinta alam adalah ranu Kumbolo yang ada di lereng gunung Semeru. Menurut legenda yang dituliskan dalam sebuah kitab jawa “tantu pagelaran” yang menceritakan asal-usul gunung semeru yang dahulu konon pulau Jawa ini mengambang diatas permukaan laut dan sering berguncang. Akhirnya para dewa memutuskan untuk memindahkan Gunung Meru yang ada di India untuk ditempatkan di atas pulau Jawa agar pulau tersebut tidak terguncang lagi. Dalam perjalanan membawa gunung Meru dari India, dewa wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa yang menggendong gunung Meru di punggungnya, sementara dewa Brahma menjadi ular panjang yang mengikat gunung Meru dengan badan kura-kura sehingga gunung tersebut tidak jatuh. Pada saat gunung tersebut diletakan di bagian barat pulau Jawa, menyebabkan pulau Jawa menjadi miring dan daratan di bagian timur terangkat, kemudian gunung Meru dipindahkan lagi ke bagian timur dalam perjalanan pemindahan serpihan gunung tersebut tercecer yang menyebabkan terciptanya jajaran pegunungan dari barat menuju timur. Akan tetapi saat telah dipindahkan ke bagian timur, daratan pulau Jawa tetap miring. Akhirnya para dewa memutuskan untuk memotong sebagaian dari gunung tersebut dan menempatkannya dibagian barat laut yang dikenal dengan Gunung Penanggungan dan bagian utama dikenal dengan gunung Semeru dengan puncaknya yang bernama “Mahameru” yang konon menjadi tempat bersemayamnya dewa Siwa. Untuk menuju ke puncak gunung Semeru terdapat beberapa rute yang bisa digunakan para penggemar olahraga hiking, wisatawan dan para pecinta alam, antara lain :

a.      Rute dari kabupaten Malang, yang dapat ditempuh dari start stasiun kota baru Malang menuju ke terminal Arjosari menggunakan angkutan kota AMG atau ADL dengan perjalanan selama 15 menit. Setelah sampai di terminal Arjosari, para wisatawan naik angkutan warna putih jurusan Arjosari – Tumpang yang ditempuh selama 45 menit , turun di terminal pasar Tumpang dan dilanjutkan perjalanan menuju desa terakhir yang menjadi titik awal pendakian yaitu desa Ranu Pani yang sebelumnya melewati desa Jemplang menggunakan truk engkel pengangkut sayur-sayuran dengan perjalanan selama 2 jam dan biaya sebesar Rp.30.000,- per orang  atau bisa juga dengan sewa kendaraan jeep dengan biaya Rp.450.000,-

b.      Rute dari kabupaten Probolinggo, dapat ditempuh dari start terminal Probolinggo dilanjutkan menuju Sukapura dengan kendaraan umum atau sewa, dari Sukapura lanjut ke desa Jemplang kemudian desa Ranu pani. Rute lain bisa dari kabupaten Pasuruan melalui jalur simpang Dengklik kemudian lanjut menuju rute seperti dari kabupaten Probolinggo.

wisata alam di lumajang
Setelah tiba di desa Ranu Pani yang terletak di ketinggian 200 mDpl dan mempunyai 2 buah ranu atau danau yaitu Ranu Pani seluas 1 Ha dan Ranu Regulo seluas 0,75 Ha. Desa ini merupakan desa terakhir sebelum melakukan pendakian, para calon pendaki diwajibkan untuk mengurus perizinan dengan membawa serta persyaratan, antara lain : fotocopy kartu identitas diri/ KTP sebanyak 2 lembar, Mengisi biodata semua anggota kelompok pendakian, surat keterangan sehat dari dokter/rumah sakit, mengisi buku tamu dan mengisi formulir barang bawaan. Para calon pendaki juga diwajibkan untuk membayar retribusi masuk seperti tiket masuk area TNBTS sebesar Rp.5000,- per orang maksimal 10 orang/kelompok, asuransi Rp.2000,- dan surat izin pendakian. Untuk retribusi barang bawaan seperti tenda dikenakan biaya Rp.20.000,- per tenda dan kamera Rp.5000,-. Di tempat penjagaan para calon pendaki juga bisa menyewa porter atau tukang angkut barang yang sekaligus sebagai guide yang terdiri dari warga lokal desa Ranu Pani. Rute pendakian dari desa Ranu Pani menuju puncak Mahameru dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a.      Desa Ranu Pani – Landengan Dowo dengan jarak tempuh 3 Km dan memerlukan waktu tempuh sekitar 1,5 Jam
b.     Landengan Dowo – Watu Rejeng dengan jarak tempuh 3 Km dan memerlukan waktu tempuh sekitar 1,5 Jam
c.     Watu Rejeng – Ranu Kumbolo dengan jarak tempuh 4,5 Km dan memerlukan waktu tempuh sekitar 2 jam
d.      Ranu Kumbolo – Oro oro ombo dengan jarak tempuh 1 Km dan waktu tempuh sekitar 30 menit
e.     Oro oro ombo – Cemoro kandang dengan jarak tempuh 1,5 Km dan waktu tempuh sekitar 30 menit
f.     Cemoro kandang – Jambangan dengan jarak tempuh 3 Km dan waktu tempuh sekitar 30 menit
g.      Jambangan – Kalimati dengan jarak tempuh 2 Km dan waktu tempuh sekitar 30 menit
h.      Kalimati – Arcopodo dengan jarak tempuh 1,2 Km dan waktu tempuh sekitar 2,5 Jam
i.      Arcopodo – Cemoro tunggal – Puncak Mahameru dengan jarak tempuh 1,5 Km dan waktu tempuh hingga 3 sampai 4 jam

semeru trekking map
Rute pendakian diatas adalah rute umum yang biasa dilewati para pendaki, sedangkan rute lain yaitu melewati rute jalur ayek-ayek yang merupakan jalan pintas yang biasa digunakan para pendaki lokal namun jalurnya cukup curam dan berbahaya, tidak disarankan bagi para pemula. Ujung jalur ayek-ayek ini sama-sama bertemu di Ranu Kumbolo. Waktu terbaik untuk melakukan pendakian adalah disaat musim kemarau, biasanya di bulan Juni hingga September, karena disaat musim hujan sering terjadi badai dan longsor. Setelah beristirahat sejenak di desa Ranu Pani dan mempersiapkan segala perbekalan juga perizinan, pendakian di mulai dari gapura bertuliskan selamat datang, ambil arah ke kiri menuju ke perbukitan jangan mengambil jalan lebar yang mengarah ke perkebunan warga. Jalur awal masih landai, menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi tanaman alang-alang. Sepanjang perjalanan tidak ada petunjuk arah hanya terdapat tanda ukuran jarak pada setiap 100 meter. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 Km sampai di Landengan Dowo perjalanan dilanjutkan menuju Watu Rejeng dengan rute sejauh 3 Km menyusuri lereng perbukitan yang banyak ditumbuhi bunga edelweis atau yang biasa disebut sebagai bunga abadi. Para pendaki bisa beristirahat sejenak di Watu Rejeng sambil menikmati pemandangan yang sangat indah di lembah dan bukit-bukit yang banyak terdapat batu-batu terjal dan bukit penuh dengan hutan pinus dan terlihat pula tampak asap mengepul di puncak gunung Semeru. 
wisata alam di lumajang
Perjalanan dilanjutkan kembali menuju Ranu Kumbolo dengan rute sejauh 4,5 Km yang akan dijadikan pemberhentian berikutnya. Di Ranu Kumbolo para pendaki bisa bermalam dan mendirikan tenda. Tempat ini cukup menarik dan indah dengan terdapatnya sebuah ranu atau danau air tawar yang luasnya mencapai 15 Ha terletak diketinggian 2400 mDpl. Ranu Kumbolo ini merupakan tempat transit bagi para pendaki dan sempat populer setelah diangkat dalam film 5 CM. Ranu Kumbolo ini bisa disebut juga sebagai surganya gunung Semeru. Di pagi hari para pendaki bisa melihat matahari terbit yang muncul perlahan diantara sebuah perbukitan hijau. Sinarnya yang menerpa permukaan danau terlihat jernih berkilauan yang banyak diburu untuk diabadikan. Saat sore hari area Ranu Kumbolo akan berkabut dan saat malam hari suhu bisa mencapai 5 derajat celcius. Bila cuaca sedang cerah terlihat ribuan bintang-bintang yang menghiasi langit dengan indah, sungguh menakjubkan, seakan membayar kelelahan dalam perjalanan menuju ke Ranu Kumbolo. Di Ranu Kumbolo terdapat sebuah prasasti peninggalan kerajaan Majapahit dan terdapat pula sebuah tugu peringatan bagi pendaki yang meninggal saat menuju puncak Mahameru. Setelah mempersiapkan perbekalan termasuk air minum perjalanan dilanjutkan kembali menuju sebuah perbukitan terjal yang dikenal dengan tanjakan cinta, dengan jalur landai yang panjang. Konon tempat ini dinamakan tanjakan cinta karena dahulu pernah terjadi tragedi, yaitu saat pendaki perempuan meninggal akibat kelelahan, pingsan dan terguling. Saat itu perempuan itu mendaki bersama pasangannya/tunangannya yang berjalan duluan di depan dan tidak memperhatikan pasangannya. Tersebar pula mitos “barang siapa bisa terus berjalan tanpa henti hingga di atas bukit, tanpa menoleh kebelakang, bila sedang jatuh cinta maka akan berakhir bahagia”. Terlepas dari mitos tersebut memang tanjakan ini menyimpan sebuah keindahan bila kita melihat ke arah danau cocok untuk diabadikan viewnya. Setelah tiba diatas perbukitan, sampailah kita di Oro-oro ombo dengan pemandangan perbukitan disekelilingnya dan terdapat padang rumput yang luas dengan lereng perbukitan ditumbuhi pohon pinus serasa seperti suasana alam di Eropa. Setelah melintasi padang rumput di Oro-oro ombo, selanjutnya memasuki kawasan hutan pinus atau yang dikenal dengan Cemoro Kandang. Di hutan pinus ini kadang-kadang para pendaki bisa menjumpai kawanan kijang liar yang hidup di hutan Cemoro Kandang dan terdapat pula beberapa jenis burung. Dari Cemoro Kandang perjalanan dilanjutkan menuju Jambangan yang terletak di ketinggian 2700 mDpl, dari pos pantau di Jambangan terlihat puncak Mahameru dari balik gunung Kepolo yang sesekali mengeluarkan asap wedus gembel. Dari pos Jambangan perjalanan dilanjutkan menuju Kalimati yang merupakan tempat transit yang biasa digunakan para pendaki untuk beristirahat dan bermalam. Tempat ini adalah sebuah padang rumput luas dengan hutan cemara di tepinya, sehingga sangat cocok untuk mendirikan tenda dan mencari kayu bakar untuk perapian di malam hari. Di tempat ini juga terdapat sumber mata air Sumber Mani yang terletak di pinggiran hutan sekitar 1 jam perjalanan pulang - pergi yang dapat digunakan untuk mengisi perbekalan air minum. Di sekitar Pos Kalimati ini banyak terdapat populasi tikus gunung yang hidup di padang rumput. Setelah mempersiapkan perbekalan dan stamina, perjalanan dilanjutkan menuju Arcopodo yang dalam istilah para pendaki adalah perjalanan untuk summit attack yang biasanya di mulai pada dini hari, sekitar jam 12 atau jam 1 malam. Untuk menuju ke Arcopodo dari Kalimati, belok ke kiri atau arah timur berjalan sekitar 500 meter, kemudian ambil arah kanan atau ke selatan menuruni padang rumput Kalimati. Perjalanan dari Kalimati ke Arcopodo memerlukan waktu sekitar 1 jam dengan medan yang cukup berat dan terjal melintasi hutan cemara yang cukup curam dan tanah yang mudah longsor berdebu. Sebenarnya di Arcopodo ini kadang juga digunakan sebagai tempat pemberhentian sebelum summit attack, namun area datar di tempat ini terbatas hanya bisa di dirikan tenda maksimal 4 tenda. Tapi bagi pendaki pemula sebaiknya mendirikan tenda di Kalimati karena kondisi tanah di Arcopodo kurang stabil dan mudah longsor, karena itu para pendaki disarankan menggunakan kacamata pelindung, penutup hidung/masker juga pelindung sepatu atau gaiter agar pasir tidak masuk. Arcopodo berada di ketinggian 2900 mDpl yang merupakan vegetasi terakhir di Gunung Semeru dan tempat ini dinamakan Arcopodo atau dalam bahasa Jawa Arca sama/kembar konon dahulu ditempat ini ditemukan 2 buah arca yang bentuknya sama. Biasanya dari Arcopodo menuju ke puncak Mahameru dilakukan pada dini hari sekitar jam 2 malam, karena disiang hari angin cenderung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun dari kawah. Sebelum menuju ke puncak Mahameru sebaiknya para pendaki mengurangi beban yang dibawa untuk ditinggalkan di Arcopodo atau Kalimati, karena medan menuju ke puncak Mahameru dari Arcopodo adalah bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Di bukit pasir ini terdapat beberapa petunjuk bagi para pendaki berupa bendera segitiga berwarna merah berukuran kecil. Rute ini merupakan trek terberat, dengan pasir yang labil dan menyulitkan pergerakan kaki. Summit attack dari Arcopodo ini memakan waktu sekitar 4 – 6 Jam tergantung kondisi fisik para pendaki. Setelah sampai di puncak Mahameru di ketinggian 3676 mDpl, akan terlihat kawah Jonggring Saloko di bawah dan dari puncak Mahameru ini para pendaki bisa melihat gunung Bromo, gunung Argopuro, gunung Raung, gunung Arjuno, gunung Welirang dan gunung Lawu. Suhu di puncak Mahameru bisa mencapai 4 – 10 derajat celcius dan setiap 10 – 15 menit sesekali akan terlihat semburan material vulkanis yang membubung tinggi dari kawah Jonggring Saloko. Peringatan bagi para pendaki dilarang mendekati kawah karena aliran lavanya mengandung gas beracun. Sebelum jam 9 pagi diharapkan para pendaki segera meninggalkan puncak untuk turun ke Arcopodo karena asap beracun dari kawah akan naik di siang hari dan membahayakan keselamatan para pendaki. *)
Artikel lain :
  

Cagar Alam Nusa Barong



cagar alam pulau nusa barong jember
cagar alam pulau nusa barong di jemberJemberAdalah sebuah pulau kecil terletak disebelah selatan pulau Jawa yang secara administratif masuk wilayah kabupaten Jember, tepatnya masuk wilayah desa Puger Wetan, kecamatan Puger yang dikenal sebagai kawasan nelayan. Pulau Nusa Barong ini merupakan pulau terluar Indonesia yang berada di Samudra Hindia. Pada tahun 1920, pulau Nusa Barong telah ditetapkan sebagai kawasan cagar alam dengan luas mencapai 6100 Ha, yang terdiri dari ekosistem hutan hujan tropis dengan formasi hutan mangrove, hutan pantai dan hutan dataran rendah. Kawasan hutan mangrove banyak ditemui disekitar teluk Plirik dan teluk Kandangan dengan species mangrove seperti jenis api-api, bakau, bruguirera, tengar, teruntum, nyirih dan perepat. Kawasan hutan pantai tumbuh diatas garis pasang surut yang terdiri dari tumbuhan pandan laut, kepuh, nyamlung dan ketapang dan berlanjut kearah daratan yang didominasi hutan dataran rendah. Beberapa species fauna yang hidup di pulau Nusa Barong ini antara lain adalah : monyet jenis kera dan lutung budeng, rusa jawa, babi hutan, burung elang laut, kuntul, walet, ayam hutan, kangkareng, biawak air, ular sanca dan beberapa species langka seperti penyu hijau dan penyu sisik yang sering mendarat di pantai Nusa Barong yang memiliki pasir yang putih lembut untuk bertelur. Untuk menuju ke pulau Nusa Barong dari kota Jember menuju ke pelabuhan nelayan di kecamatan Puger dengan jarak sekitar 35 Km dari kota Jember menggunakan kendaraan pribadi dan umum. Dari pelabuhan pengunjung yang ingin ke pulau Nusa Barong bisa menyewa perahu nelayan untuk rute pulang pergi dengan jarak 4,5 Km sebelah barat daya dari pelabuhan Puger. Pengunjung yang ingin ke Pulau Nusa Barong sebaiknya membawa perbekalan yang cukup terutama air minum, karena dipulau tersebut tidak terdapat air tawar dan sebelum menuju kesana pengunjung diwajibkan untuk meminta izin dahulu ke BKSDA wilayah III Jember, karena wilayah tersebut adalah wilayah konservasi cagar alam yang dilindungi yang jarang dikunjungi oleh umum, rata-rata hanya para peneliti saja. Pulau Nusa Barong adalah pulau yang tidak perpenghuni yang dipercaya oleh masyarakat sebagai pulau yang angker yang banyak dihuni makhluk halus atau jin, karena itu tidak ada yang berani bertempat tinggal di pulau itu. Namun, berdasarkan sejarah masa lalu, sekitar tahun 1700 an, pulau Nusa Barong dahulu dihuni oleh para penduduk multi etnis dan dahulu pulau ini pernah menjadi tempat perlawanan rakyat terhadap VOC. Berdasarkan penelitian dan bukti-bukti sejarah peninggalan VOC, pada tahun 1768 pulau Nusa Barong adalah wilayah penting bagi ekonomi kerajaan Blambangan, karena pulau ini dahulu adalah penghasil utama sarang burung walet yang banyak diminati para pedagang dari Cina. Saat terjadi perang kerajaan Blambangan dengan VOC di tahun 1767 – 1768, banyak rakyat Blambangan dan Lumajang yang mengungsi ke pulau Nusa Barong, dan pada tahun 1772 diperkirakan terdapat 250 an keluarga atau mencapai 1000 an jiwa yang tinggal dalam 7 perkampungan di pulau seluas 6100 Ha tersebut. Pada tahun 1773 perkembangan politik di Nusa Barong menjadi perhatian serius pemerintah VOC yang ada di Surabaya dan di mulailah sebuah ekspedisi militer untuk menumpas perlawanan masyarakat di Nusa Barong. Namun perlawanan yang dilakukan masyarakat di Nusa Barong membuat VOC kewalahan dan kemudian merancang serangan ulang serentak yang di siapkan oleh Gubernur VOC di Semarang pada tahun 1777 atau empat tahun kemudian. Serangan serentak di bawah pimpinan komandan Adriaan van rijk berjalan tidak seimbang dan menyebabkan banyak pejuang di Nusa Barong tewas dan sisanya melarikan diri. Benteng-benteng pertahanan dan rumah-rumah penduduk dibakar dan dirobohkan hingga tidak bersisa lagi. Para pengunjung yang ingin ke pulau Nusa Barong biasanya berangkat di pagi hari menggunakan perahu nelayan yang disewa untuk rute pulang dan pergi. Perjalanan kesana ditempuh selama 2,5 jam melintasi lautan yang terkenal memiliki ombak yang besar dan sesekali di perjalanan bertemu beberapa perahu nelayan yang sedang menjaring ikan. Pulau Nusa Barong sendiri adalah tempat persinggahan para nelayan untuk menghindari ombak yang besar saat mencari ikan dan lobster. Setelah sampai di pantai pulau Nusa Barong, pengunjung akan disuguhi hamparan pasir pantai yang putih bersih dan lembut dengan pemandangan hutan yang tumbuh lebat di daratan yang lebih tinggi. Namun sayang dipulau ini tidak terdapat air tawar, meskipun di tengah pulau terdapat sebuah rawa tadah hujan, namun airnya tidak bisa diminum, terasa kesat dan pahit karena mengandung kandungan kapur yang tinggi, mungkin fauna yang hidup dipulau ini sudah terbiasa dengan air di rawa ini. Di atas perbukitan terdapat beberapa gua yang pada zaman perang dunia II digunakan sebagai pos pertahanan tentara Jepang dan sekaligus tempat meriam yang jendelanya mengarah ke daratan utama mengawasi perairan Jawa. Dahulu tempat ini pernah dibangun sebuah pos pemantau cagar alam oleh BKSDA, namun telah hancur karena tsunami, jadi untuk menjaga kelestarian cagar alam dan mengurangi pencurian flora dan fauna di pulau Nusa Barong, petugas BKSDA menggunakan sistem berkemah dan dilakukan 2 bulan sekali yang tentu saja tidak efektif, karena terkendala mahalnya biaya transportasi dan terkendala ombak yang sangat besar di bulan Desember dan Januari. Pencurian kayu, perburuan satwa langka seperti penyu dan telurnya telah marak terjadi sejak tahun 1980 meskipun musim kedatangan penyu untuk bertelur bersamaan dengan musim ombak besar di bulan Desember dan Januari, namun tetap saja ada pencuri yang nekat berburu telur penyu. Karena untuk tujuan pelestarian cagar alam itulah pulau Nusa Barong ini tertutup untuk tujuan komersial hanya untuk penelitian flora dan fauna saja, dan untuk umum hanya kunjungan terbatas dengan seizin BKSDA. Mungkin kedepan BKSDA akan bekerjasama dengan dinas pariwisata dan para agen wisata untuk mengembangkan wisata berbasis edukasi dan penelitian dengan menggunakan pemandu BKSDA sehingga kelestarian cagar alam tetap terjaga, mengingat antusias pengunjung banyak yang tertarik dengan keindahan pulau Nusa Barong yang menawarkan keunikan flora dan fauna dengan pantainya yang indah berbasir putih tapi tentunya dengan penyediaan sarana yang memadai seperti transportasi dan lain-lain.*)

Artikel lain: