Legenda Wisata Pantai Watu Dodol



tugu selamat datang "patung gandrung"

watu dodol
Setelah sebelumnya melakukan perjalanan menelusuri berbagai tempat wisata di kabupaten Situbondo, seperti pantai pasir putih, taman nasional baluran, melihat seni budaya “Best SitubondoCarnival” dan inspirasi sukses dengan beternak kelinci, episode perjalanan kali ini sisca akan mengajak anda untuk menelusuri berbagai tempat wisata di kabupaten banyuwangi. Kira-kira 1,5 jam dari situbondo ke arah timur terdapat tempat wisata dan peristirahatan tepi pantai yang bernama pantai watu dodol. Lokasinya mudah dijangkau, persis di tepi jalan raya situbondo-
pantai watu dodol
banyuwangi, 5 km sebelum pelabuhan

ketapang. Bila anda akan menuju bali akan melewati tempat wisata ini yang sekaligus sebagai tanda pintu masuk ke kabupaten banyuwangi dari jalur utara situbondo yang ditandai dengan adanya sebongkah batu besar setinggi 6 meter yang berada di tengah ruas jalan raya dan biasa disebut “watu dodol” atau dalam bahasa jawa “watu” berarti batu dan “dodol” berarti jenang/makanan manis yang terbuat dari ketan yang ditumbuk. Batu ini adalah jenis batu karang hitam yang sangat keras dengan bentuk unik bagian atas lebih besar daripada bagian bawahnya dan pada
bagian sisinya di tumbuhi sebatang pohon kelor. Tidak jauh dari “watu dodol” terdapat patung gandrung/tarian khas banyuwangi dengan tulisan selamat datang di kabupaten banyuwangi. Konon nama “watu dodol” ini diambil dari beberapa legenda yaitu, yang pertama kisah pada masa kerajaan blambangan saat di perintah oleh minak jinggo, terjadi peperangan dengan kerajaan majapahit. Pasukan dari kerajaan blambangan yang mengalami kekalahan banyak yang melarikan diri menuju pantai utara. Seorang prajurit yang membawa bekal jenang dodol saat beristirahat di tepi pantai bekal yang dibawanya tertinggal di pantai tersebut saat melanjutkan perjalanan kembali dan dodol tersebut berubah menjadi batu besar. Kedua, kisah seorang arsitek chen fu zhen ren adalah salah satu leluhur etnis tionghoa yang dimuliakan di wilayah banyuwangi. Arsitek ini mengikuti sebuah sayembara yang diadakan oleh raja mengwi (di bali ) untuk membangun sebuah taman kerajaan dalam waktu tertentu. Hingga 3 hari dari batas yang ditentukan arsitek tersebut belum membangun apa-apa dan membuat raja mengwi mengeluarkan peringatan kepada sang arsitek, tapi ditanggapi dingin oleh chen fu zhen ren. Pada malan di hari ke 3 sebelum batas waktu berakhir, dengan kesaktiannya taman istana yang sangat indah tiba-tiba muncul, hal ini membuat semua orang terkejut dan membuat sang raja takut dan memerintahkan untuk menangkap sang arsitek. 2 orang prajurit yang menjaganya di tahanan menganggap sang arsitek tidak bersalah dan membawa chen fu zhen ren kaburuntuk kembali ke blambangan. Namun pelarian mereka diketahui dan dikejar hingga menyebrangi selat bali. Dalam pertempuran melindungi sang arsitek, kedua prajurit itu tewas dan dalam keadaan terkepung, tiba-tiba sang arsitek berubah menjadi sebuah batu besar yang sekarang dinamakan “watu dodol”. Kedua prajurit yang tewas tersebut oleh penduduk setempat dimakamkan di sebuah puncak bukit tidak jauh dari “watu dodol” dan banyak dikunjungi hingga sekarang oleh berbagai kalangan penganut agama dan kepercayaan. Ketiga, kisah pewayangan “kyai semar” namun kisah ini dipercaya bukan berasal dari masyarakat asli banyuwangi ( using) karena mereka tidak mengenal pewayangan. Kisahnya saat itu “kyai semar” sedang berjualan di tepi pantai “watu dodol” tapi bahan yang dijual jatuh terguling dan tumpah. Berasnya yang tumpah menjadi hamparan pasir pantai yang putih dan pikulan kayunya jatuh menancap di sela-sela “watu dodol” dan berubah menjadi sebuah pohon kelor dan masih ada hingga sekarang, dipercaya dapat menghilangkan berbagai ilmu kanuragan. Bekal air yang tumpah menjadi sebuah sumber air tawar yang airnya mengalir menuju pantai. Ke-empat, berhubungan dengan sebuah tradisi upacara “puter kayon” yang biasa dilakukan oleh masyarakat boyolangu seusai lebaran. Upacara tersebut adalah sebagai perwujudan syukur saat lebaran sekaligus untuk mengenang jasa buyut jakso, sesepuh yang membangun desa boyolangu. Konon pada zaman penjajahan belanda dulu, saat pemerintahan residen schophoff berencana membuat jalan untuk menghubungkan panarukan dan banyuwangi, namun jalan tersebut terkendala sebuah bukit batu. Tumenggung wiroguno I yang memerintah banyuwangi saat itu mengadakan sayembara bagi siapa saja yang bisa membuat jalan tembus melewati bukit tersebut akan mendapat hadiah. Namun tidak ada satu pun yang sanggup untuk melakukan tantangan tersebut. Akhirnya tumengung wiroguno I teringat pada bekas penasehatnya yaitu ki buyut jakso yang sedang berada di pengasingan di sebuah bukit di tepi pantai boyolangu bersama anak angkatnya. Tumenggung wiroguno I berhasil membujuk ki buyut jakso untuk membantu membuat jalan tembus tersebut. Ki buyut jakso yang terkenal sakti bersama pasukan jin dan anak buahnya yang dipimpin anak angkatnya berhasil membuat jalan tembus tersebut, namun bantuan dari bangsa jin tersebut tidaklah gratis tapi minta syarat: jangan mendodol batu diluar batas yang diberikan tanda oleh bangsa jin, sisakan sebongkah batu untuk duduk di tepi pantai dan minimal setahun sekali Ki buyut jakso dan anak cucunya harus menyambangi tempat ini yang dikenal dengan tradisi upacara puter kayon, setiap 10 syawal masyarakat boyolangu menaiki dokar (kereta yang ditarik kuda) menuju “watu dodol”. Dari kisah ini “Watu dodol” sendiri dalam bahasa jawa  watu artinya batu dan dodol artinya bongkar. Terlepas dari berbagai kisah diatas, pantai watu dodol adalah tempat wisata yang sangat bagus di kunjungi sebagai tempat peristirahatan sementara bagi pengendara yang melintasi jalur situbondo-banyuwangi atau yang akan menuju ke bali, Dilengkapi fasilitas parkir yang kuas dan warung-warung yang menyediakan kuliner khas banyuwangi. Wisatawan dapat bermain di pantai dan menyewa perahu nelayan untuk ke tengah laut. Tempat wisata ini cukup rindang banyak pepohonan dan di hiasi dengan bukit-bukit. Terletak dekat dengan selat bali, sesekali di kejauhan terlihat hilir mudik kapal feri dari pelabuhan ketapang ke bali atau pun sebaliknya. Di bulan agustus, biasanya terjadi ombak besar dan wisatawan dilarang untuk berenang ataupun bermain di tepi pantai demi keselamatan. Selain menyuguhkan pantai yang indah, tidak jauh dari watu dodol di sebuah bukit terdapat sepasang makam konon makam sepasang putri kerajaan yang di ungsikan dan terdapat juga sebuah kuil yang bergaya khas tionghoa yang ramai di kunjungi dan masih dianggap keramat oleh masyarakat, terdapat juga goa peninggalan jepang pada masa perang dunia ke 2 yang dahulu digunakan untuk mengawasi pergerakan kapal di selat bali.  Dari bukit yang rindang ini wisatawan bisa  melihat pemandangan laut serta watu dodol dari ketinggian. Di pinggir pantai terdapat sebuah sumur air tawar yang dibatasi dengan dinding konon air tawar yang dikeluarkannya di percaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Dahulu pada masa jepang, pernah berusaha memindahkan batu tersebut dengan mengerahkan puluhan orang karena keberadaan “watu dodol” dianggap mengganggu jalur trasportasi. Saat hendak di gulingkan dengan ditarik kapal ternyata “watu dodol” tetap bergeming dan konon kapalnya malah tenggelam. Bahkan saat perbaikan jalan situbondo-banyuwangi pernah juga berusaha untuk memindahkan karena ada pelebaran jalan. Setelah susah payah di pindahkan ke tepi pada keesokan harinya batu tersebut kembali lagi pada posisi semula. Sejak saat itu tidak pernah ada lagi yang mengganggu keberadaan “watu dodol” dan pemerintah daerah malah memperindahnya dengan membangun taman-taman di sekitarnya....*)


No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar anda, terima kasih